Total Tayangan Halaman

Senin, 03 Oktober 2011

CONTOH SINOPSIS CERITA RUWAT MANIKMAYA NAGAGOMBANG

NAGA GOMBANG

            Pada jaman “awang-uwung” di bumi belum terdapat “tetuwuhan” sehingga bumi terasa panas, gersang, dan tandus. Manusia / “titah” di bumi pada saat itu merasakan sangat panas sehingga memohon kepada dewa di Kahyangan untuk menurunkan “wiji” ke Bumi. Manusia melakukan semedi “tarak broto” memohon kepada dewa, sehingga menimbulkan hawa panas di Kahyangan para dewa. Bathara Guru sebagai “ratuning dewa” merasa bertanggung jawab dengan kejadian tersebut maka dipanggilah seluruh dewa untuk menghadap dan membicarakan masalah tersebut. Setelah melalui berbagai pertimbangan, maka permohonan manusia akan dapat dikabulkan dengan catatan “wiji” yang nantinya diturunkan ke bumi harus “wiji” pilihan. Maka dipanggilah Kaneka Putra yang dikabarkan telah memiliki Cupu Cepu Linggasari yang berisi “wiji” dari hasil bertapa di atas samudra selama 3,5 bulan. Dipanggilah Kaneka Putra untuk menghadap Bathara Guru.
            Kaneka Putra bersedia memberikan Cupu Cepu Linggasari yang berisi “wiji” namun harus semua dewa hadir. Karena Cupu Cepu Linggasari diperoleh dengan bertapa di atas samudra, dikhawatirkan Bathara Guru tidak akan kuat menerima Cupu Cepu Linggasari sehingga harus semua dewa mengulurkan tangan untuk menerima Cupu Cepu Linggasari dari Kaneka Putra. Bathara Guru mengatakan bahwa semua dewa telah hadir, tapi sebenarnya ada 1 dewa yang belum hadir yaitu Empu Ramayadi. Ketidak hadiran Empu Ramayadi adalah karena pada saat itu dia sedang menyelesaikan keris  “Luk rolas (12)” pesanan Bathara Guru. Perlu diketahui bahwa Empu Ramayadi adalah empunya para dewa di Kahyangan. Dan kebohongan tersebut akhirnya terbongkar karena mulai dari tangan Bathara Guru sampai semua dewa yang hadir tidak mampu menerima Cupu Cepu Linggasari dan akhirnya Cupu tersebut “mbrabas” jatuh ke bumi tembus sampai ke Sapta Pratala (bumi sap ke tujuh). Bathara Guru merasa malu dan Dewa menjadi kaget. Bathara Guru kemudian memerintahkan kepada para dewa untuk segera mengejar Cupu Cepu Linggasari tersebut dan memerintahkan Bathara Brahma untuk mengajak serta Empu Ramayadi.
            Di kediamannya, Empu Ramayadi tengah sibuk menyelesaikan pesanan keris “luk rolas” dari Bathara Guru. Tak lama berselang, datanglah Bathara Brahma untuk mengajak serta Empu Ramayadi ke Sapta Pratala. Empu Ramayadi menolak karena sedang menyelesaikan tugas dari Bathara Guru. Bathara Brahma juga berdalih bahwa Empu Ramayadi di utus Bathara Guru untuk bersama-sama Brahma menuju Sapta Pratala dan terjadilah adu argumen di antara keduanya. Akhirnya Bathara Brahma kalah argumen dengan Empu Ramayadi dan menjatuhkan kutukan bahwa sampai kapanpun keris “luk rolas” tidak akan pernah jadi, dan berangkatlah Bathara Brahma. Empu Ramayadi merasa penasaran selama menjadi empu belum pernah gagal dalam melaksanakan tugas. Dalam menyelesaikan pesanan Bathara Guru, Empu Ramayadi berusaha sangat keras. Setiap sampai pada “luk sewelas” keris ditempa lagi supaya menjadi “luk rolas”. Tetapi keris selalu hancur berkeping-keping dan bersamaan dengan hancurnya keris tersebut mengakibatkan timbul “layung” di bumi.
            Sampai di Sapta Pratala Bathara Brahma mendapati Naga Gombang sedang tergolek sakit tanpa mampu bergerak. Perut Naga Gombang merasa sangat sakit sehingga untuk bergerak saja tidak mampu. Bathara Brahma menanyakan sakitnya karena apa dan Naga Gombang menjawab bahwa pada malam yang lalu ada “cahyo biru semu abang manther sak sada lanang” masuk ke dalam mulutnya dan akhirnya masuk ke perut. Bathara Brahma menyimpulkan bahwa yang masuk ke dalam mulut Naga Gombang adalah Cupu Cepu Linggasari yang berisi “wiji”. Bathara Brahma menyusun rencana bagaimana caranya Naga Gombang bisa terbawa sampai Kahyangan. Akhirnya Bathara Brahma membuat “Bronjong Dewa” untuk mengangkut Naga Gombang ke Kahyangan. Karena dewa yang ikut ke Sapta Pratala tidak lengkap, lama-kelamaan merasa berat membawa “Bronjong Dewa” yang berisi Naga Gombang.


Dan akhirnya Naga Gombang “mrojol” dari “Bronjong Dewa” dan jatuh ke bumi, sementara para dewa tidak menyadari dan langsung terbang menuju Kahyangan.
            Naga Gombang yang jatuh di bumi tidak mampu melihat “padhanging jagat” dan merasa gelap gulita. Naga Gombang teringat bahwa dia memiliki “sesotya” (cincin) “Sasra Ludira” yang bisa memberikan “padhang sak jroning peteng”. Maka dilepaslah cincin tersebut dari ekornya kemudian digigit dan pada saat itu juga akhirnya Naga Gombang mampu melihat “padhanging jagat” dan berjalan perlahan menuju Kahyangan.
            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar