Total Tayangan Halaman

Senin, 26 September 2016

DESKRIPSI SINGKAT KESENIAN BANYUMASAN



DESKRIPSI SINGKAT KESENIAN BANYUMASAN 

1.     KARAWITAN GAGRAG BANYUMAS
       Karawitan gagrag Banyumas salah satu gaya dalam karawitan Jawa yang tumbuh dan berkembang di wilayah sebaran budaya Banyumas. Karawitan gagrag Banyumas memiliki 3 (tiga) warna yaitu warna wetanan dipengaruhi oleh karawitan kraton (gaya surakarta dan Yogyakarta) warna kulonan dipengaruhi karawitan gaya Sunda, dan warna Banyumasan adalah warna khas yang dilatar belakangi oleh budaya masyarakat setempat yang bernafas kerakyatan. Ketiga warna tersebut dapat dijumpai pada bentuk gendhing, garap gendhing dan garap instrumen dalam setiap penyajiannya.

  1. MACAPAT
          Macapat  merupakan seni tutur tradisional yang berupa tembang-tembang jawa yang dinyanyikan tanpa menggunakan alat musik, dan lagu-lagunya sudah terbentuk paten utamanya guru lagu dan guru wilangannya, namun  tutur atau kalimat-kalimat dalam lagu tersebut yang dalam macapat di sebut “cakepan” bersifat luwes atau bisa berubah dan bisa mengambil dari serat yang tua seperti serat centhini atau babad - babad yang ada di sekitar masyarakat, bisa juga mengenai nasehat, menggambarkan kehidupan ataupun semangat perjuangan.

3.     RENGKONG
     Rengkong adalah alat musik tradisional yang terbuat dari bambu sebagai salah satu  rangkaian   panen padi  yaitu bentuk ritual membawa padi bersama-sama dari sawah menuju rumah atau Lumbung desa.
     Rengkong berasal dari kata reng yang artinya rengeng-rengeng, kong artinya besar dan berkuasa. Rengkong artinya rengeng rengeng kepada yang besar dan  berkuasa yaitu puji pujian kepada Yang Maha Kuasa. Sebagai salah satu sarana para petani untuk menyampaikan rasa syukur lewat puji-pujian kepada ”Dewi Sri” yang dianggap dewanya para petani.
     Sumber bunyi yang dihasilkan adalah dari gesekan tali ijuk dan pikulan yang diberi beban padi menghasilkan bunyi reng dan kong tergantung dari besar kecilnya alat pikulnya.  Masyarakat petani Desa Kutaliman setiap membawa pulang hasil panennya menggunakan alat rengkong itulah sebagai sarana alat pengangkut padi.  Disamping itu memang Dewi Sri suka pada bunyi bunyian dan nyanyian sehingga panen berikutnya diberi hasil yang lebih melimpah terhindar dari hama.

4.     COWONGAN
          Cowongan adalah bentuk ritual jaman dahulu untuk mengundang hujan, yang dilakukan masyarakat Banyumas terutama para petani yang mengalami kemarau panjang.
          Namun sekarang cowongan diangkat sebagai seni pertunjukan dan sebagai pralambang hidup manusia, dimana begitu sulit membedakan antara manusia dengan iblis atau belis (setan ).  Pada jaman dahulu cowongan dilaksanakan hanya pada saat terjadi kemarau panjang. Biasanya ritual ini dilaksanakan mulai pada akhir masa kapat (hitungan masa pada kalender Jawa). Dalam pelaksanaannya cowongan dilakukan pada hitungan ganjil misalnya 1 kali, 3 kali, 5 kali atau 7 kali, Apabila sekali dilaksanakan cowongan belum turun hujan maka dilaksanakan 3 kali demikian seterusnya hingga turun hujan.

5.        PAKEONGAN
          Pak keong merupakan salah satu kesenian Banyumas untuk ritual minta hujan, kesenian ini menggunakan properti alat dapur, konon asal-usulnya yang menciptakan kaum hawa atau kaum ibu, khususnya ibu-ibu petani, karena suaminya dalam bercocok tanam sangat memprihatinkan, dikarenakan sudah berbulan-bulan tidak turun hujan.
          Adapun properti yang digunakan diantaranya yaitu bakul/cething  atau tempat nasi, beruk alat penakar beras yang terbuat dari tempurung kelapa, benggol (uang logam) dan wingka (pecahan piring keramik sejumlah 39 buah.
          Pelaku pak keong 4 orang terdiri dari 1 orang dalang dan 3 orang yang memegang bakul, Dalang pak keong biasanya seorang wanita yang umurnya sudah tua sekitar 60 tahun ke atas, sedang yang memegang bakul 3 orang wanita atau 3 orang laki-laki yang tenaganya kuat untuk memegang bakul itu.
          Beruk atau tempurung yang dimasuki uang logam sebagai tanda mahar agar prmohonannya cepat dikabulkan, mahar itu berjumlah 39 buah atau 40 kurang satu, namun karena jaman dahulu mencari uang susah maka uang logam itu dicampur dengan wingka untuk memenuhi jumlah tersebut.
          Ritual ini diiringi dengan mantra-mantra berupa nyanyian-nyanyian mengandung permintaan yang bertujuan minta hujan, sesaji yang dipasang kebanyakan hasil tanaman para petani yang terdiri dari 3 kelompok jenis tanaman, tanaman pala kependem,  pala kesimpar dan pala gumantung.
          Kesenian ini dimainkan atau dipentaskan pada waktu musim kemarau panjang, Kesenian pak Keong sampai saat sekarang masih dilaksanakan di daerah sebelah utara sungai serayu, namun yang dominan dan hingga saat ini masih dijumpai di kecamatan Kembaran dan Sumbang.

  1. KETHOPRAK
Kesenian kethoprak adalah merupakan seni dari kebudayaan jawa yang mengisahkan cerita cerita atau lakon  legenda jaman dahulu diiringi musik gamelan dan kenthong sebagai pengarah bunyi gamelan, adapun tehnik pementasanya bisa langsung maupun tidak langsung.  Pementasan ketoprak langsung biasanya dipentaskan di panggung dengan bermacam macam cerita atau lakon, diperankan oleh laki-laki dan perempuan dengan berbagai macam  dandanan, kostum dan dilatar belakangi kelir atau geber sesuai dengan alur cerita.  Sedangkan pementasan yang tidak langsung yaitu lewat media radio yang hanya bisa didengar dan tidak merupakan tontonan.
          Kegiatan seni kethoprak ini merupakan media informasi dan komunikasi antara pemerintah, seniman dan masyarakat.  Lewat seni kethoprak ini meningkatkan mutu seni budaya serta memupuk rasa persatuan dan kesatuan, agar mampu mengembangkan dan meningkatkan kwalitas seni, apresiasi seni serta jiwa nasionalisme.  Seni ketoprak merupakan kegiatan yang selalu meningkatkan keakraban dan persaudaraan khususnya antara seniman dan pelaku seni.

7.     MUNTIET
            Mutiet adalah salah satu kesenian langka yang keberadaannya masih bisa dijumpai di desa Karang Duren Kecamatan Sokaraja.  Bentuk pementasanya dipimpin oleh seorang dalang, beberapa pemain dan penabuh (pemusik) dengan mulut seperti  iringan jemblung. Cerita yang diangkat sangat bervariasi, bisa cerita legenda, asal usul daerah dan lain lain.   Pementasanya sangat unik karena pelaku sanbil makan hidangan yang ada tanpa berhenti.  Sehingga wajar bila yang nonton merasa heran atau gumun karena yang main perutnya menthelet (kenyang).

8.     BARITAN
Baritan adalah upacara kesuburan dengan menggunakan kesenian sebagai media utamanya. Hingga saat ini ada dua macam baritan yaitu baritan yang digunakan untuk tujuan memanggil hujan dan baritan untuk keselamatan tarnak. Untuk memanggil hujan biasanya digunakan berbagai macam kesenian yang ada seperti lengger, buncis  dan ebeg. Adapun baritan untuk keselamatan ternak biasanya menggunakan lengger sebagai media upacara. Baritan biasanya dilaksanakan pada mangsa Kapat (sekitar bulan September).

9.     WAYANGKULIT PURWA
Wayang adalah salah satu seni budaya bangsa Indonesia khususnya jawa.  Wayang berasal dari kata Ma Hyang yang artinya menuju roh spiritual, Dewa Tuhan Yang Maha Esa.  Ada juga yang mengartikan wewayangan atau bayangan, hal ini disebabkan karena penonton juga bisa menikmati wayang dari belakang kelir atau melihat bayangannya saja.  Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat dan juga seni pralambang.
          Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang yang juga sebagai narator dialog tokoh- tokoh  wayang dengan diringi musik gamelan yang dimaikan oleh sekelompok nayaga dan tembang yang dinyanyikan oleh para pesinden.
          Secara umum wayang mengambil kisah Mahabarata dan Ramayana.  Tetapi tidak dibatasi oleh pakem (stándar cerita) tersebut, dan dalang bisa berkreasi untuk melakukan pementasannya. Agar lebih menarik untuk menikmatinya.

10.   WAYANG KULIT  GAGRAG BANYUMASAN
Wayang kulit gagrag Banyumasan adalah jenis pertunjukan wayang kulit yang bernafas Banyumas. Lakon-lakon yang disajikan dalam pementasan tidak berbeda dengan wayang kulit purwa, yaitu bersumber dari kitab Mahabarata dan Ramayana. Spesifikasi wayang kulit gagrag Banyumas adalah terletak pada tehnik pembawaannya yang sangat dipengaruhi oleh latar belakang budaya masyarakat setempat yang memiliki pola kehidupan tradisional agraris. Spesifikasi tersebut dapat dilihat pada berbagai sisi seperti sulukan, tokoh-tokoh tertentu yang merupakan lokal genius lokal Banyumasan, sanggit cerita, iringan dan lain-lain.
         
11. BEGALAN
Begalan adalah seni tutur tradisional yang digunakan sebagai sarana upacara pernikahan. Begalan menggambarkan peristiwa perampokan terhadap barang bawaan dari besan (pihak mempelai pria) oleh seorang begal (rampok).  Dalam falsafah orang Banyumas yang dibegal bukanlah harta benda melainkan bajang sawane nini penganten dan kaki penganten ( segala kendala yang mungkin terjadi dalam kehidupan berumah tangga pada mempelai berdua ).
Begalan dilakukan oleh dua orang pria dewasa yang merupakan sedulur pancer lanang (saudara garis laki-laki) dari pihak mempelai pria.  Kedua pemain menari didepan kedua mempelai diiringi gending-gending banyumasan dengan membawa properti yang disebut Brenong Kepang,  properti terdiri atas alat-alat dapur yang diberi makna simbolis, yang berisi falsafah jawa dan berguna bagi kedua mempelai yang akan menjalani hidup baru, mengarungi kehidupan berumah tangga.
Tanggapan begalan ini untuk perkawinan anak sulung dengan anak sulung, anak sulung dengan anak ragil adan anak ragil dengan anak ragil.  Makna simbulis pada pementasan itu antara lain :  pikulan melambangkan keseimbangan, ilir melambangkan memberikan suasana dingin apabila terjadi salah satu ada yang lagi marah atau kurang berkenan, dan lain-lain.  Hingga kini begalan masih tumbuh subur diseluruh wilayah Kabupaten Banyumas.

12. WAYANG GOLEK
                Wayang Golek adalah wayang yang terbuat dari kayu dan dibentuk menyerupai golek (boneka).  Wayang Golek ada dua jenis yaitu wayang golek menak dan wayang golek purwa.  Wayang Golek Menak atau yang sering disebut wayang thengul  menampilkan cerita cerita yang diambil dari kitab menak, yang berisi tentang perjuangan penyebaran agama Islam pada masa Nabi Muhammad SAW, serta kerajaan kerajaan di negeri Arab dan sekitarnya, dengan tokoh tokoh antara lain : Wong Agung Menak/Jayengrana, Amir Hamzah, Umar Maya, Retna Muninggar, Prabu Nursiwan dari kerajaan Mudayin dan lain-lain.  Walaupun tokoh ceriteranya orang Arab dan berlatar belakang budaya Arab, wayang golek menak  diberi pakaian seperti kuluk, sumping, jamang dan sebagainya yang natabene biasa di pakai dalam pertunjukan seni Jawa seperti wayang wong.  Wayang golek menak dibuat pertama kali oleh Ki Trunadipura, seorang dalang dari Baturetna Wonogiri Surakarta pada jaman pemerintahan Mangkunegara VII (1916-1944). Wayang Golek Purwa pada dasarnya sama dengan wayang golek menak, yang membedakan adalah cerita yang ditampilkan adalah cerita Ramayana dan Mahabarata sama seperti wayang kulit purwa.  Wayang Golek Purwa pertama kali dibuat oleh Yakindrata (Yayasan Kerajinan Rakyat Yogyakarta) pada tahun 1965.

13. BUNCIS GOLEK GENDHONG
               Kesenian Buncis/Buncisan berasal dari kata buntar dan cis, buntar berarti gagang atau garan, dan cis berarti keris kecil atau cundrik.  Konon kisahnya  dahulu disebelah barat kota Purwokerto ada sebuah kadipaten yang bernama kadipaten Gentayakan, yang dipimpin oleh sang adipati bernama adipati Nata Kusuma, sang adipati mempunyai seorang putra bernama Raden Prayitno, dan juga Kadipaten Nusa Kambangan atau Nusatembini juga dipimpin oleh adipati bernama Prabu Parung Bahas dan mempunyai Patih Branjang Gelap.   Raden Prayitno dan Prabu Parung Bahas sama sama menghendaki putri dari kadipaten Kalisalak yang bernama Dewi Nur Kanthi,  untuk menentukan siapa yang akan diterima sebagai menantu, adipati Kalisalak membuat sayembara dengan meminta dua persyaratan agar diterima  sebagai menantu berupa payung tunggul naga dan bekong wahyu, sedangkan yang mempunyai bekong wahyu Ki Ageng Giring, tetapi bekong itu telah dicuri oleh patih Branjang Gelap dari Nusakambangan.  Karena Raden Prayitno mengetahui yang mencuri patih Branjang Gelap maka terjadi peperangan, namun Raden Prayitno mengalami kekalahan.  Kemudian Raden Prayitno meminta bantuan Empu Lemah Tengger, yang akhirnya diberi pusaka keris kecil (cis) untuk mengalahkan patih Branjang Gelap, karena tergesa-gesa keris itu jatuh sehingga buntara atau gagang keris itu pecah dan berubah menjadi manusia berbadan tinggi dan berbulu panjang, sedangkan cis berubah menjadi ular naga.  Setelah keduanya berubah wujud makluk itu berbicara kepada Raden Prayitno,  Jika raden sudah bisa mengalahkan Patih Branjang gelap saya akan menggendong raden dengan menari-nari, dan akan berubah ujud setelah melihat bekong wahyu,  setelah Raden Prayitno mempersunting Dewi Nur Kanthi dan menyerahkan bekong wahyu kemudian kedua makluk itu kembali ke wujud semula yaitu menjadi keris kecil. Tarian Buncis kemudian menjadi adat untuk menjemput tamu dari luar atau kerajaan, tarian buncis diiringi gamelan, adapula yang menggunakan angklung dan nyanyian lagu-lagu daerah Banyumasan.

14. MUYEN
          Muyen berasal dari kata Muyi yang artinya bayi, seni muyen berarti menengok bayi yaitu tradisi dimasyarakat Banyumas sejak dulu hingga sekarang, pada umumnyabila ada seorang ibu yang melahirkan maka masyarakat sekitar berbondong-bondong menengok dengan mambawa buah tangan seperti palawija, rempah-rempah, sayur-sayuran dan sebagainya.
          Ada suatu kepercayaan yang sangat unik dalam tradisi ini yaitu kecantikan ibu yang melahirkan sangat disukai oleh makluk halus seperti jin maupun setan, sang bayipun tidak lepas dari gangguan mereka sehingga muncul tangis sang bayi.  Untuk menangkal hal tersebut masyarakat sering mendatangkan kamitua atau dukun untuk mengusir makluk tersebut dengan tradisi botakan didahi/kening.
          Tradisi Muyen sampai sekarang masih exsis dimasyarakat, yang membedakan dalam hal ini adalah buah tangan yang dibawa lebih bersifat modern karena pengaruh perkembangan zaman yang modern.

15.  CALUNG
Calung adalah musik tradisional dengan perangkat mirip gamelan terbuat dari bambu wulung. Musik calung hidup di komunitas masyarakat pedesaan di wilayah sebaran budaya Banyumas. Menurut manyarakat Banyumas  calung berasal dari kata carang pring wulung (pucuk bambu wulung) atau di cacah melung-melung (dipikul berbunyi nyaring). Spesifik musik calung adalah bentuk musik minimalis, yaitu dengan perangkat sederhana, namun mampu menghasilkan  aransemen musikal yang lengkap. Perangkat musik calung terdiri atas gambang barung, gambang penerus, dhendhem, kenong, gong dan kendhang. Perangkat musik ini berlaras slendro dengan nada-nada 1(ji), 2 (ro), 3 (lu), 5 (ma) dan 6 (nem).

16.  LENGGER
Lengger adalah seni pertunjukan tradisional khas Banyumas yang dilakukan oleh penari wanita. Dalam pertunjukannya penari lengger menari sambil menyanyi (nyinden) dengan iringan calung. Kata lengger merupakan jarwo dhosok (penggabungan dua kata menjadi kata bentukan baru) yang berarti diarani leng jebule jengger atau dikira lubang ternyata mahkota ayam jantan. Maksud jarwo dhosok tersebut adalah berkaitan dengan kebiasaan pada masa lalu pemain lengger berjenis kelamin laki-laki. Dalam perkembangannya, kesenian lengger lebih sebagai media hiburan sehingga penari yang semula laki-laki diganti dengan penari perempuan. Pada masyarakat tradisional di daerah Banyumas, lengger memiliki fungsi ritual sebagai pelaksana upacara kesuburan. Saat sekarang lengger banyak dipentaskan untuk keperluan hiburan masyarakat pedesaan maupun perkotaan dan telah dimodifikasi menjadi tari-tarian yang digarap dengan konsep masa kini.
    
  1. KENTHONGAN
          Perubahan sosial di daerah Banyumas telah memberikan imbas terhadap hampir semua aspek kehidupan masyarakatnya, tak terkecuali di bidang kasenian, pada akhir dekade 1990 an hingga awal dekade 2000 an, di Banyumas terjadi booming perkembangan musik kenthongan.  Pada mulanya kenthongan dalam kehidupan masyarakat tradisional sudah menjadi salah satu bentuk musik alternatif yang sangat digemari oleh hampir semua kalangan, baik tua maupun muda.  Musik kenthongan yang sering juga disebut dengan musik thek-thek dan atau themling tumbuh hampir disetiap desa, dalam bentuk-bentuk perkumpulan dengan anggota antara 40 – 65 orang tiap-tiap group.
          Para pemain musik kenthongan atau thek-thek secara umum dapat dibagi dalam berbagai peran antara lain :

a, Penabuh yaitu pemain yang bertugas menabuh atau membunyikan alat musik.
b. Mayoret yaitu pemain yang bertugas mengatur barisan seperti layaknya
    mayoret pada drum band.
c. Penari yaitu pemain yang bertugas membawakan ragam tarian tertentu
    yang diiringi oleh lagu-lagu tertentu yang disajikan.
d. Badut yaitu pemain yang memakai kostum-kostum lucu sebagai salah satu
    daya tarik sajian.

  1. SINTREN
          Kesenian Sintren atau laisan berasal dari kisah Sulandono sebagai putra Ki Baurekso hasil perkawinan dengan Dewi Ratnasari. Raden Sulandono memadu kasih dengan sulasih  seorang putri dari desa pada jaman dulu, namun hubungan Asmara tersebut tidak mendapat restu dari Ki Baurekso, Akhirnya Sulandono pergi bertapa dan sulasih memilih menjadi penari, meskipun demikian pertemuan diantara keduanya masih terus berlangsung melalui alam gaib.
          Sintren diperankan seorang gadis yang masih suci, dibantu oleh pawang (mlandang) diiringi lagu-lagu pujian dan iringan karawitan seadanya. Dalam perkembangannya tari sintren sebagai hiburan budaya, kemudian dilengkapi oleh penari pendamping dan bodor (lawak). Dalam permainan kesenian rakyatpun Dewi Lanjar berpengaruh antara lain dalam permainan sintren, bila roh Dewi Lanjar berhasil diundang, maka penari sintren akan terlihat lebih cantik dan membawakan terian lebih lincah serta mempesona.
         
  1. BUNCIS
          Buncis di Banyumas bukan sekedar nama sayuran untuk lauk pauk, buncis juga menjadi nama salah satu kesenian lokal setempat, kesenian ini tersaji dalam bentuk seni pertunjukan rakyat, Pemain terdiri dari 8 orang yang menari sambil bernyanyi, sekaligus menjadi musisinya.  Dalam sajian keseluruhan pemain menggunakan kostum berupa kain yang dibuat menyerupai rumbe-rumbe menutup aurat. Sedangkan dikepalanya menggunakan mahkota yang terbuat dari rangkaian bulu ayam. Dari kostum yang pakainya  kemudian menjadikan seni buncis lazim disebut dengan istilah dayak-dayakan yang berarti menyerupai kostum suku dayak dikalimantan.
          Para pemain dalam pertunjukannya membawa alat musik angklung berlaras slendro, masing-masing membawa satu buah alat musik berisi satu jenis nada berbeda, enam orang diantaranya memegang alat bernada 2(ro) lu(3)  5(ma)  6(nem) 1(ji tinggi) dn  2(ro tinggi), dua orang yang lain memegang instrumen kendhang dan gong bumbung. Dalam membangun sajian musical, masing-masing pemain menjalankan fungsi nada sesuai dengan alur balungan gendhing. Dari alat-alat musik yang demikian, mereka mampu manyajikan gendhing-gendhing Banyumasan.
          
  1. KERONCONG
          Musik Keroncong awalnya berasal dari Bangsa Portugis yang dibawa ke Indonesia pada masa penjajahan. Akan tetapi pada saat itu instrumen yang ada hanya Cak, Cuk, Gitar dan Bas Bethot. Dalam Perkembangannya musik keroncong di Indonesia pada umumnya dan di Banyumas khususnya mengalami penambahan instrumen berupa cello, viola dan flute/suling.   Ada yang beranggapan musik keroncong merupakan musik asli Indonesia.

  1. BONGKEL
          Bongkel adalah instrumen musik bambu yang merupakan hasil karya anak bangsa di pedesaan agraris, pada masanya alat ini sangat popular dikalangan petani hutan dan lahan kering karena para petani pada jaman dimana lingkungan hutan masih rimba dan binatang huniannya sebagai ancaman bagi para petani, alat ini menjadi alat pengusir binatang baik binatang perusak tanaman maupun binatang-binatang pemangsa lainnya.
          Pada masa dimana alat ini belum tercipta, para petani mengalami kesulitan dan ancaman yang membahayakan bagi para petani, karena sering petani harus berhadapan langsung dengan binatang tersebut secara tiba-tiba, dengan terciptanya alat ini maka para petani tidak langsung berhadapan dengan binatang, tetapi dengan bunyian bongkel yang ritmik di kejauhan maka binatang akan berlari karena secara naluriah bunyian tersebut dianggap sebagai ancaman.
          Sesungguhnya alat bongkel ini tercipta terinspirasi dari alat pertanian yang lain, yaitu panja kenclung yaitu alat untuk melubangi tanah yang akan menjadi media benih padi atau palawija dimusim tanam lahan kering.  Dari panja kenclung ini kemudian timbul kreasi petani untuk membuat bongkel untuk menghalau binatang, bongkel berasal dari dua kata bong dan kel, bong untuk menyebutkan nada rendah dan kel untuk nada tinggi pada rangkaian bambu kenclung tersebut. Dari bongkel ini kemudian berkembang menjadi angklung, bentuk angklung ini sama dengan bongkel, kalau bongkel empat nada dirangkai menjadi satu,  kalau angklung tiga nada dirangkai menjadi satu, namun cara memainkannya sama yaitu digerakan/digetarkan bersama.

  1. RINDING
          Rinding adalah sebuah alat musik tradisional yang terbuat dari pelepah aren yang kering dan dirangkai dengan benang sehingga menghasilkan bunyi yang indah, pada mulanya rinding digunakan oleh para penggembala kerbau, sapi atau kambing untuk menghibur diri ditengah ladang dan terik matahari sambil menunggu hewan gembalaannya kenyang makan rumput,  musik rinding hampir punah, yang masih ada/bertahan di wilayah kecamatan Gumelar tepatnya desa Telaga.

  1. MENOREK
          Manorek adalah suatu kesenian yang pada masa itu dijadikan sebagai sarana untuk penyebaran agama Islam,  seni manorek disebarkan oleh tokoh-tokoh agama Islam pada waktu itu, yang diantaranya adalah : amir Hamzah dan Ambyah.  Ambyah menjadi raja dan Amir Hamzah sebagai patihnya dengan nama Umar Maya.  Kedua tokoh tersebut menyebarkan agama Islam dengan gigihnya, sampai bisa menaklukan beberapa raja diantaranya :  Raja Lamdaur, Raja Tamtanus dan Raja Matal yang pada saat itu bebar-benar memusuhi islam.  Didesa gentawangi Kecamatan Jatilawang seni manorek masih dipertahankan keberadaannya/diuru-uri, seni manorek Gentawangi berdiri pada tahun 1947 dengan nama Manorek Wahyu Aji.

  1. GANDALIA
          Seni tradisi Gandalia adalah kesenian tradisi dari dusun Kalitanjung desa Tambak Negara Kecamatan Rawalo. Pada mulanya dilakukan oleh Ki Bangsa Setra asli penduduk dusun Kali Tanjung  (sekitar tahun 1925).
          Berawal dari sekedar mengisi waktu luang diladang/alas sekaligus sebagai pengusir atau menjauhkan dari gangguan babi hutan (hama perusak tanaman petani) Ki Bangsa Setra membuat sebuah alat musik yang terbuat dari bambu.  Berbekal alat seadanya jadilah alat musik mirip dengan alat musik angklung berisi empat nada, nada 2,3,5 dan 6 (nada gamelan slendro) dan diberi nama Gandalia yang berasal dari kata Gandal/Gondol dan lia, yang artinya men ora digondol neng lia (hasil kebunnya) oleh hama perusak terutama babi hutan.
          Seiring perkembangan jaman seni tradisi gandalia dikolaborasikan dengan calung, karena cara memainkan alat nusik gandalia  sangatlah sulit, ini terbukti sampai sekarang hanya ada 4 (empat) orang yang bisa memaninkan alat musik tersebut.  Berikut nama penabuh gadalia yaitu Bapak Sanwiyata, Bapak Turmidi, Bapak Kusnarjo dan Bapak Kusmeja.  Dan keempat pemusik tersebut masih exsis mempertahankan alat musik tersebut, terbukti dari ISI surakerta telah mendokumentasikannya. Dalam acara-acara kebudayaan gandalia pun sering tampil mengikuti Festival.

  1. EBEG
Ebeg adalah kesenian tradisional yang tersebar hampir di seluruh Jawa tengah tak terkecuali di daerah Banyumas, pertunjukan ebeg diiringi dengan gamelan, dengan jumlah penari cukup bervariasi/relatif sesuai kebutuhan group dari ada yang 6 , 8, 10 sampai dengan 20 orang, penari bisa laki-laki atau perempuan. Penampilannya dimulai dari tarian sampai dengan janturan, dan gapetan, yang dipimpin oleh penimbul atau dalang ebeg,  tarian ebeg ini menggunakan kuda-kudaan yang terbuat dari anyaman bambu, para penari akan sadar kembali setelah dibacakan mantra oleh penimbul.

  1. GENTHOAKAN
          Jaman dahulu ketika belum ada alat modern istilah berteriak di desa Kedhungpring dikenal dengan sebutan Genthoak,  Genthoak adalah cara efektif untuk menyampaikan pesan kepada umum secara mudah, bagi anak-anak kecil  yang sebaya dalam mengajak teman bermain cukup genthoak, Menyampaikan pesan tanda ada bahaya bisa dengan genthoak, memanggil orang jarak jauh cukup dengan genthoak dan dalam melampiaskan kegembiraan anak-anak cukup dengan genthoakan, Jadi genthoakan merupakan bagian dari budaya komunikasi, budaya berekspresi dan budaya peduli sesama.
          Setelah negara kita tercinta berdaulat, tingkah-tingkah genthoak masih terus berlangsung, karena negara sudah aman genthoakan banyak dimanfaatkan untuk memanggil teman untuk bermain bersama dibawah sinar bulan, bersendagurau, nyanyi bersama-sama dan bahkan menari-nari dengan gerakan-gerakan ekspresi kegembiraan.  Lama kelamaan tarian diiringi dengan alat musik, walaupun alat musiknya sederhana yaitu gumbeng, alat musik dari bambu dan bunyinya hanya thing thong thing blung namun sangat bisa menghibur pemuda-pemudi kampung.

  1. DALANG JEMBLUNG
          Dalang Jemblung merupakan seni tutur tradisional yang dilakukan oleh empat orang sampai lima orang pemain, yang menurut masyarakat setempat  Jemblung jarwo dhosok  (penggabungan dua kata menjadi kata bentukan baru) yang berarti jenjem - jenjeme  wong gemblung (gila) pengertian ini diperkirakan bersumber dari tradisi pementasan jemblung yang menampilkan pemainnya orang gila, mereka tampil tanpa properti artistik apapun, dalam pementasannya seperti halnya sandiwara/ketoprak dengan aransemen  musikal yang dibangun melalui mulut (oral), dan biasanya dalam pertujukannya sering menampilkan cerita atau babad, legenda serta mengupas serat ambiya/kisah para nabi yang adeganya sudah diplot seperti pada pertunjukan ketoprak.

  1.  AKSIMUDA
          Aksimuda adalah kegiatan yang dilakukan pada masa kolonial Belanda oleh para santri sebagai wujud apresiasi contra terhadap penjajahan, hal itu dibuktikan dalam bentuk tariannya menggunakan jurus jurus pencak silat yang dikemas dengan iringan rebana serta nyanyian atau lagu lagu yang bernuansa Islami.  Aksimuda tumbuh dan berkembang diwilayah Kabupaten Banyumas seperti Kecamatan  Tambak, Banyumas, Kebasen dan Wangon yang pada saat itu menjadi kantong kantong para santri dan kyai sebagai pergerakan umat Islam. Setelah mengalami perkembangan jaman hingga kini Aksimuda menjadi seni pertunjukan yang variatif geraknya serta menmpilkan lagu lagunya dari yang tradisional sampai lagu modern,  untuk mensiasati agar bisa diterima oleh segala lapisan/elemen masyarakat.

  1.  GUMBENG
Gumbeng adalah permainan rakyat yang terdiri atas potongan ruas bambu yang di laras dengan nada-nada tertentu, diletakan di atas kaki yang memainkannya dengan cara di julurkan ke depan dalam posisi duduk. Gumbeng berkembang di sebagian wilayah kabupaten Banyumas.

  1.  SLAWATAN JAWA
Slawatan Jawa adalah musik bernafas islami dengan perangkat berupa terbang Jawa. Semua pemain slawatan Jawa adalah laki-laki dewasa. Slawatan Jawa masih berkembang hampir di seluruh wilayah kabupaten Banyumas. Syair slawatan Jawa menggunakan puji-pujian yang isinya menggambarkan rasa syukur dan manembah kepada Allah SWT.

  1.  KASTER
Kaster adalah musik tradisional dengan alat musik berupa siter, gong bumbung, dan kendhang kotak (terbuat dari kotak kayu sebagai resonator dengan sumber bunyi berupa tali karet yang diikatkan di kedua sisi kotak). Dalam pertunjukannya disajikan gendhing-gendhing gaya Surakarta, Yogyakarta dan gaya Banyumas. Kaster masih berkembang di wilayah Purwojati, Sokaraja dan Banyumas.

  1.  UJUNGAN
Ujungan salah satu bentuk ritual tradisional minta hujan dengan cara adu manusia. Ujungan merupakan adu manusia dengan properti berupa sebatang rotan. Pemain ujungan adalah laki-laki dewasa yang memiliki kekuatan untuk menahan benturan pukulan lawan. Sebelum beradu pukul, pemain ujungan menari-nari dengan iringan tepuk dan sorak-sorai penonton. Ritual ini hanya dilaksanakan pada saat terjadi kemarau panjang. Hingga saat ini ujungan masih berkembang di kecamatan Somagede.



  1.  CALENGSAI
Calengsai adalah seni pertunjukan yang merupakan perpaduan antara kesenian asli Banyumas yaitu Calung dan Lengger dengan kesenian Tionghoa yaitu Barongsai sehingga lahirlah karya seni kolaborasi yang disebut CALENGSAI yang merupakan kependekan dari kata Calung, Lengger dan Barongsai. Dalam pertunjukannya kesenian Calengsai dimainkan oleh seniman-seniman pribumi dan dari etnis Tionghoa yang tergabung dalam Paguyuban Asimihoa (Asimilasi Pribumi dan Tionghoa) Kabupaten Banyumas.

  1.  ANGGUK
Angguk adalah bentuk kesenian islami yang dalam sajiannya berupa tari-tarian dengan iringan musik terbang/genjring. Pertunjukan amgguk terdiri dari 8 (delapan) orang laki-laki, yang dalam penyajiannya  bisa dilakukan orang dewasa/anak-anak, sesuai kondisi masing-masing kelompok yang ada di mana kesenian angguk masih bertahan keberadaannya. Salah satu group yang masih eksis adalah “Mugi Rahayu” desa Klapagading kecamatan Wangon.

  1.  DHAENG atau APLANG
Dhaeng atau Aplang adalah kesenian bernafas islami serupa dengan kesenian angguk, pemainnya terdiri atas 8 (delapan) penari wanita. Dhaeng atau Aplang masih berkembang di sebagian wilayah kabupaten Banyumas terutama di kecamatan Somagede.